Header

Desember 14, 2010

Menentukan Arah Kiblat

Cara Mudah Menentukan Arah Kiblat dengan Matahari


Adalah merupakan tuntunan Allah swt. untuk menghadap ke arah Kiblat atau Ka’bah di Mekah bagi setiap muslim ketika melaksanakan sholat.
Tahukah anda, jika anda hidup di wilayah indonesia dan sekitarnya,pergeseran arah kiblat sebesar 1 derajat saja bisa melencengkan arah sekitar 100 km dari titik Ka’bah. Semakin jauh kita dari Ka’bah lencengan arah ini akan semakin besar. Jadi, sangat dianjurkan untuk setepat mungkin menentukan arah kiblat ini, baik bagi masjid dan mushola maupun ketika kita sholat di rumah atau kantor.

Menentukan Arah Kiblat itu Mudah

Ternyata menentukan arah kiblat dengan tepat itu tidak sulit. Tidak perlu alat canggih. Dengan berbekal sinar matahari, kita bisa menentukannya dengan amat teliti. Cara ini bahkan bisa lebih teliti dibandingkan dengan menggunakan kompas yang sangat mudah terpengaruh dengan medan magnet di sekitarnya.
Dalam satu tahun masehi, matahari singgah dua kali tepat di atas Ka’bah. Hal ini merupakan pengetahuan yang sudah tua umurnya namun sepertinya tidak banyak yang mengetahui. Dalam bahasa arab disebut sebagai peristiwa Istiwa A’zham (Persinggahan Utama).
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 28 Mei (atau 27 di tahun kabisat) pukul 12:18 waktu Mekah dan 16 Juli (atau 15 di tahun kabisat) pukul 12:27. Artinya, semua orang yang bisa melihat matahari pada saat itu dan menghadapkan wajahnya ke sana telah menghadapkan wajahnya ke kiblat. Atau jika kita melihat bayangan benda yang tegak lurus di atas tanah, maka bayangan tersebut akan membentuk garis arah kiblat.
Bagi yang di Indonesia, waktu kejadian tersebut adalah 28 Mei jam 16:18 WIB dan 16 Juli jam 16:27 WIB. Jadi, bagi yang ingin mengecek atau melihat benar tidaknya arah kiblat yang digunakan selama ini silakan keluar pada waktu tersebut dan lihat matahari (atau bayangannya).

"Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga"

Hedonis


Ada ungkapan, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Ungkapan tersebut dianut sebagian anak muda. Mereka terbuai dengan indahnya gaya hidup bersenang-senang, menikmati kelebihan materi, hidup bebas, pesta pora, yang semua kenikmatan tersebut merupakan tujuan utama hidup mereka.
Tak pelak bila ada yang “mengidolakan” Paris Hilton sebagai Celebrity Party Goers nomor satu di dunia. Gaya hidupnya diidamkan banyak orang, karena sering diundang untuk sebuah party dan mendapat bayaran sebagai imbalan atas kehadirannya dalam memeriahkan suasana pesta. Dan selagi dirinya merasa sangat berkecukupan, maka tidak ada rasa bersalah ketika memesan secangkir es krim bercita rasa sangat lezat yang bertaburkan kacang almond dan coklat terbaik di dunia, berhiaskan daun mint lapis emas 18 karat dan dinikmati dengan menggunakan sendok emas dan gelas kristal. Es krim ini kerap dinikmati oleh Paris Hilton dengan harga secangkirnya USD 1.000 dari sebuah restoran ternama di New York.
Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan hidup merupakan suatu paham hedonisme. Para hedonis itu beranggapan bahwa hidup ini hanya 1 kali, sehingga merasa perlu menikmati hidup sebebas-bebasnya, sepuas-puasnya dengan mengumbar hawa nafsu dan bergembira sepanjang hari. Kadang-kadang mereka bersemboyan “nikmati hidup ini, hidup cuma satu kali”, atau nikmatilah hidup, karena esok kau akan mati”.
Kehidupan seseorang yang bergelimang materi, dapat membuat dirinya lupa akan hakekat kehidupan, bahwa suatu saat dirinya akan tua, lalu mati, dan bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya.
Namun mereka sangat ingin melupakan kematian. “Kuingin hidup 1000 tahun lagi”, “Live begin at fourty”, “Forever Young” merupakan kutipan kata-kata yang cukup menghibur baginya.
Di kala usia merangkak naik, ada perasaan tidak ingin meninggalkan masa muda yang indah apalagi beranjak tua lalu mati. Sehingga semakin beranjak umur, semakin berupaya untuk menikmati hidup dan akhirnya semakin lupa bahwa dirinya akan tua dan mati. Mereka merasa bahwa kehidupan hanya sampai di dunia, tidak ada kehidupan setelah kematian, sampai-sampai beranggapan bahwa surga adanya di dunia, sehingga tidak perlu “jauh-jauh” menikmati surga di akherat.   
Beruntung bagi sebagian orang, hidup mewah dan bergelimang harta bisa diperoleh dengan mudah antara lain berkat keturunan (orangtuanya sudah kaya raya), berkat kepandaian dan keahlian, kecantikan atau ketampanan, serta berbagai kemudahan lainnya. Kemudahan demi kemudahan diraih, terkadang dengan menghalalkan segala cara hingga tujuannya semata untuk kemewahan dan mengumbar nafsu terpenuhi... foya-foya, hura-hura, pesta-pesta. Dugem alias dunia gemerlap bagian dari kesehariannya. Mereka lupa, bahwa segala kemudahan dan kesenangan semua itu hanya bersifat sementara. Tidak ada kebahagiaan yang kekal. Bila muda foya-foya, tua kaya raya, mati (belum tentu) masuk surga. Semua tergantung amal ibadahnya.
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan” (Qs Huud: 14-15).   
Seandainya hidup di dunia diciptakan hanya untuk bersenang-senang, tentu tidak ada sakit, kemiskinan dan keruwetan hidup. Hidup dijalani dengan ujian sedangkan kegembiraan yang ada hanya bersifat sementara.
Para nabi tak luput dari ujian. Misalnya Nabi Ibrahim diuji dengan api yang siap membakarnya, dan diperintahkan untuk menyembelih puteranya, Nabi Ayub dengan penyakitnya, Nabi Yaqub yang terus menangis hingga matanya buta, Nabi Musa diuji dengan kekejaman Fir’aun, Nabi Isa hidup dam kesusahan dan kefakiran, Nabi Muhammad dengan berbagai ujian, antara lain pemboikotan, Hamzah ra wafat terbunuh dan berbagai kisah teladan lainnya.  
Namun ujian bukan hanya kemiskinan, penyakit dan keruwetan hidup. Kesenangan juga merupakan ujian. Tidak salah bila kita bersukaria, namun tidak boleh terlena dan harus tetap menyadari bahwa semua kenikmatan itu adalah ujian agar kita tetap berada dalam “koridor” yang ditetapkan Allah SWT serta senantiasa bersyukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya.
“Sesungguhnya Kami jadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan, karena Kami hendak menguji siapakah diantara manusia yang paling baik perbuatannya” (Qs Al Kahf: 7)
Jadi, pandangan hidup Hedonis yang mengajarkan bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar sebagai tujuan hidup bagi manusia adalah suatu kesalahan. Haruskah kita menukar kebahagiaan di akhirat yang kekal abadi dengan kebahagiaan di dunia yang tidak setara dan bersifat sementara?
Sebagai hamba Allah yang berjalan di muka bumi, harus mampu menempatkan diri sebagai seseorang yang hidup mulia dan bermanfaat bagi diri dan lingkungan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Bila hidup sudah berkecukupan, memiliki keluarga harmonis dan sejahtera, senantiasa menjalankan ibadah yang diajarkan agama, apakah cukup? Ternyata, tidak cukup sampai di situ, kita harus mengukur diri, apakah sudah bermanfaat bagi orang lain?
Banyak hal yang dapat membuat hidup lebih bermanfaat, bila kita semua sudah menjalankannya, tentu tidak ada anak yang bunuh diri karena orangtuanya tidak mampu membayar uang sekolah, tidak ada anak-anak terlantar, tidak ada orang miskin yang kelaparan, tidak ada perdagangan anak-anak, dan permasalahan sosial lainnya.
Jarak antara si kaya dan si miskin sudah terlampau jauh, ibarat jurang yang tak terjembatani. Si kaya makin hedonis, si miskin makin hidup miris, namun Rasul mengajarkan bahwa hidup kita harus bermanfaat bagi orang lain. Itulah jembatan yang harus kita bangun. Wallahu a'lam bishshawab.

Oleh: Indah Meitasari,  Penulis adalah alumni ESQ, pengarang buku "Love is Actually All Around", pemerhati lingkungan dan kehidupan sosial

Rempah Penyembuh

Lima Rempah Penyembuh Alami


Rempah-rempah selain bermanfaat untuk menambah cita rasa masakan, ternyata juga sangat baik untuk menjaga kesehatan. Rempah-rempah telah digunakan selama berabad-abad, karena juga bisa membawa manfaat penyembuhan yang aman.
Berikut beberapa rempah yang cukup mujarab untuk kesehatan.
1. Cabai bubuk
Rempah satu ini bisa mengurangi rasa nyeri sendi. Menurut penelitian capsaicin yang terkandung pada cabai memiliki efek anti-inflamasi, yang dapat membantu mengurangi bengkak dan nyeri rematik.
2. Cinnamon (Kayu Manis)
Rempah ini mampu mencegah risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung. Menurut studi kesehatan setengah sendok teh cinnamon bermanfaat menurunkan glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida.
3. Bawang putih
Meningkatkan kesehatan jantung Anda. Konsumsi bawang putih secara teratur juga mampu menurunkan kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah) rata-rata 10 persen.
4. Cengkeh
Minyak cengkeh adalah perawatan terkenal untuk sakit gigi. Sifat antiseptik yang terkandung di dalamnya juga cocok untuk obat kumur. Rempah ini juga membantu melancarkan saluran pencernaan.
5. Jahe
Jahe mengandung antioksidan dan dapat membantu melindungi Anda dari penyakit. Jahe mampu mengurangi perut kembung. Jika Anda mual, sakit saat hamil, atau mabuk perjalanan, air rebusan jahe bisa anda jadikan obat alami. (dth/git)

Keikhlasan dalam Berjamaah

Keikhlasan dalam Berjamaah

Oleh: Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, M.Sc (Dewan Aqidah & Syariah ESQ)


Sejatinya, persaudaraan da lam barisan yang solid dan kokoh, sebagaimana telah dikemukakan dalam tulisan-tulisan yang lalu, adalah suatu keniscayaan sekaligus kebutuhan yang mutlak dalam membangun masyarakat dan bangsa ke arah yang lebih baik dan lebih berkualitas.
Karena per masalahan-permasalahan pem bangunan bangsa sangat kom pleks, berdimensi luas, dan terkait satu dengan yang lainnya. Apalagi dalam kondisi sekarang, masyarakat dan bangsa kita sedang mendapatkan berbagai macam musibah dan ujian dari Allah SWT, seperti banjir bandang di Wasior, gempa bumi yang disertai tsunami di Mentawai, dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta yang eskalasinya semakin luas dan meningkat, yang semuanya telah menimbulkan korban jiwa dan materi yang cukup besar.
Salah satu kunci utama ke ber hasilan membangun persaudaraan yang dinamis, di samping keren dahan hati, adalah keikhlasan dalam beramal, sekaligus keikh lasan dalam bersinergi dan ber ta’awun (tolong-menolong). Ikhlas inilah yang akan meng angkat derajat seseorang dan suatu bangsa, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadis. (HR Jamaah).
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap orang akan rusak binasa kecuali orang yang memiliki ilmu (‘alim). Seorang ‘alim juga akan rusak binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya (‘amilun). Dan ‘amilun pun akan rusak binasa kecuali orang yang ikhlas. Dan keikhlasan pun berhadapan dengan bahaya yang besar”.
Pesan Rasulullah SAW ini mem perkuat firman Allah SWT da lam QS Al-Bayyinah [98]: 5, “Padahal mereka tidak disuruh ke cuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menja lankan) agama yang lurus, dan su paya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang de mikian itulah agama yang lurus”.
Bahkan Allah SWT mengi ngatkan bagi orang yang menyem belih hewan qurban pada saat Idul Adha, bukan daging dan darahnya yang akan sampai kepada Allah SWT, akan tetapi keikhlasan hati ketika menunaikannya.
Perhatikan firman-Nya dalam QS Al-Hajj [22]: 37 “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan (keikhlasan) dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Keikhlasan dalam beribadah harus dicerminkan pula dalam keikhlasan bermuamalah, termasuk dalam membangun kejamaahan. Dengan dicirikan antara lain kesiapan untuk menjadi imam (pemimpin) jika memang memenuhi kriteria, sekaligus kesiapan menjadi makmum (pengikut).
Kesiapan untuk mengorek si terhadap saudara-saudaranya yang melakukan kekeliruan atau kekhilafan (jika memiliki ilmu pengetahuan tentang hal tersebut) sekaligus kesiapan untuk dikoreksi jika melakukan suatu kekeliruan.
Kita yakin bahwa jikan budaya tausiyah yang didasari keikhlasan ini menjadi sikap bersama, maka Insya Allah soliditas berjamaah dan bersaudara akan terbangun dengan baik.
Wallahu A’lam.•