Header

Desember 14, 2010

Keikhlasan dalam Berjamaah

Keikhlasan dalam Berjamaah

Oleh: Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, M.Sc (Dewan Aqidah & Syariah ESQ)


Sejatinya, persaudaraan da lam barisan yang solid dan kokoh, sebagaimana telah dikemukakan dalam tulisan-tulisan yang lalu, adalah suatu keniscayaan sekaligus kebutuhan yang mutlak dalam membangun masyarakat dan bangsa ke arah yang lebih baik dan lebih berkualitas.
Karena per masalahan-permasalahan pem bangunan bangsa sangat kom pleks, berdimensi luas, dan terkait satu dengan yang lainnya. Apalagi dalam kondisi sekarang, masyarakat dan bangsa kita sedang mendapatkan berbagai macam musibah dan ujian dari Allah SWT, seperti banjir bandang di Wasior, gempa bumi yang disertai tsunami di Mentawai, dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta yang eskalasinya semakin luas dan meningkat, yang semuanya telah menimbulkan korban jiwa dan materi yang cukup besar.
Salah satu kunci utama ke ber hasilan membangun persaudaraan yang dinamis, di samping keren dahan hati, adalah keikhlasan dalam beramal, sekaligus keikh lasan dalam bersinergi dan ber ta’awun (tolong-menolong). Ikhlas inilah yang akan meng angkat derajat seseorang dan suatu bangsa, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadis. (HR Jamaah).
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap orang akan rusak binasa kecuali orang yang memiliki ilmu (‘alim). Seorang ‘alim juga akan rusak binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya (‘amilun). Dan ‘amilun pun akan rusak binasa kecuali orang yang ikhlas. Dan keikhlasan pun berhadapan dengan bahaya yang besar”.
Pesan Rasulullah SAW ini mem perkuat firman Allah SWT da lam QS Al-Bayyinah [98]: 5, “Padahal mereka tidak disuruh ke cuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menja lankan) agama yang lurus, dan su paya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang de mikian itulah agama yang lurus”.
Bahkan Allah SWT mengi ngatkan bagi orang yang menyem belih hewan qurban pada saat Idul Adha, bukan daging dan darahnya yang akan sampai kepada Allah SWT, akan tetapi keikhlasan hati ketika menunaikannya.
Perhatikan firman-Nya dalam QS Al-Hajj [22]: 37 “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan (keikhlasan) dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Keikhlasan dalam beribadah harus dicerminkan pula dalam keikhlasan bermuamalah, termasuk dalam membangun kejamaahan. Dengan dicirikan antara lain kesiapan untuk menjadi imam (pemimpin) jika memang memenuhi kriteria, sekaligus kesiapan menjadi makmum (pengikut).
Kesiapan untuk mengorek si terhadap saudara-saudaranya yang melakukan kekeliruan atau kekhilafan (jika memiliki ilmu pengetahuan tentang hal tersebut) sekaligus kesiapan untuk dikoreksi jika melakukan suatu kekeliruan.
Kita yakin bahwa jikan budaya tausiyah yang didasari keikhlasan ini menjadi sikap bersama, maka Insya Allah soliditas berjamaah dan bersaudara akan terbangun dengan baik.
Wallahu A’lam.•

Tidak ada komentar:

Posting Komentar